Di era global, pengaruh pergaulan cepat berembus ke berbagai belahan dunia.
Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif dan negatif. Maka diperlukan benteng
yang kuat, agar anak tidak terjebak dengan pengaruh negatif yang akhirnya akan menjadi
kebiasaannya. Untuk mengeleminir pengaruh negatif, perlu kiranya kita mengkaji
ulang peran Nabi Muhammad yaitu Innamaa
buitstu liutammima makaarimal akhlak (Hadits) yang bermakna: Tidakkah Aku ( Muhammad) diperintahkan untuk memperbaiki akhlak? Untuk dapat berakhlak mulia harus
kembali kepada Garis Besar Haluan Illahi
(GBHI ) yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Banyak faktor yang mempengaruhi akhlak manusia. Pengaruh tersebut dapat
berasal dari dalam diri manusia ( internal) dan pengaruh dari luar ( eksternal).
Akhlak secara terminologi berarti
tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk
melakukan suatu perbuatan yang baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Ada empat hal yang harus ada apabila
seseorang ingin dikatakan berakhlak yaitu : 1) perbuatan yang baik dan buruk,
2) kemampuan melakukan perbuatan, 3) kesadaran akan perbuatan itu dan 4)
kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik dan buruk. Manusia itu dibekali dengan fitrah ( potensi). Potensi
yang ada pada diri manusia itu perlu diarahkan dan dibiasakan untuk selalu
berbuat baik. Tiga pakar di bidang akhlak yang perlu dijadikan teladani yaitu Ibnu Maskawih, Al-Ghazali dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat
pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa
mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Sudah sepantasnyalah, para tokoh
akhlak dijadikan teladan bagi manusia agar dapat selamat.
Dewasa ini kenakalan remaja semakin tidak terkontrol. Dapat dikatakan bahwa
kenakalan remaja berada pada titik nadir atau titik kulminasi yang sangat
memprihatinkan. Realita yang berkembang
di lapangan antara lain merebaknya seks
bebas ( free sex) dan minuman keras
atau miras serta narkoba. Hubungan badan pada usia sekolah bukan hal yang tabu,
bahkan hal itu dapat terjadi ketika siswa siswi masih berpakaian seragam yang
dilakukan di kamar mandi atau toilet sekolah. Bahkan siswa SMP pun sudah tidak
merasa risih atau malu berboncengan ala mama dan papa. Ketika bertemu dengan
bapak ibu guru, siswa tersebut dengan tenangnya menyapa dengan tersenyum.
Adegan-adegan panas dan intim ala anak SMP dan SMA dapat dilihat Ini diketahui melalui tampilan yang dapat
diunggah di You Tube. Mereka beranggapann tidak gaul kalau berpacaran belum
berhubungan badan. Tidak hanya itu demi mengejar penampilan agar ok dan percaya
diri para remaja putri terjebak dalam bentuk-bentuk prostitusi, baik yang
terang-terangan maupun yang terselebung. Penulis pernah mewawancarai siswi yang
bergabung dengan gang. Dia menuturkan bahwa untuk dapat kencan dengan siswi tersebut, nilai Rp
10.000, jadilah. Mereka tak pernah berfikir jauh tentang agama dan kesehatan,
yang penting happy dan gaul. Dan jangan heran, jika didalam tas siswa terkadang ditemukan – maaf-- kondom. Hal ini tentu membutuhkan
perhatian dan jalan keluar untuk mengatasi masalah ini. Semakin berat sajalah
tantangan pendidikan akhlak di masa kini dan masa yang akan datang.
Banyak strategi dalam pendidikan akhlak. Strategi pendidikan akhlak antara
lain melalui cara alami, mujahadah dan riyadhah serta suri tauladan. Pertama,
Strategi alami, dimana akhlak
yang baik diperoleh bukan melalui pendidikan, pengalaman atau latihan, tetapi
diperoleh melalui insting atau naluri. Kedua, Strategi
mujahadah dan riyadhah digunakan agar siswa menjadi penyantun, penyabar dan
penyayang maka jalannya dengan membiasakan bersedekah. Ketiga, strategi teladan, yaitu mengambil
contoh atau meniru orang yang dekat dengannya yang berfungsi sebagai model. Pada saat ini dipandang perlu untuk mendidik akhlak
melalui pembelajaran yang kontekstual, yang tidak sekedar teori. Apalah artinya, seorang siswa mendapatkan
nilai 90 namun ternyata mencuri, menyontek, berbuat tidak senonoh, perokok
aktif, bahkan lebih ironis ketahuan hamil. Pembelajaran yang kontekstual atau Contectual teaching and learning (CTL) adalah pembelajaran yang
menghubungkan antara dunia teori dengan
dunia nyata atau das sein dan das sollen.
Tujuan pembelajaran berbasis CTL adalah
lebih mendekatkan diri antara dunia teori dan praktek, agar pembelajaran lebih
bermakna. Salah satu contoh pembelajaran CTL yang paling sederhana adalah dengan
media foto-foto
tokoh, fenomena yang memprihatinkan
yang terjadi di masyarakat,
bencana alam untuk menjadi efek jera terhadap akan kuasa Allah SWT. Melalui media tersebut, siswa diberi kesempatan untuk berfikir kritis seraya menggali pesan moral yang tersirat dalam foto-foto tersebut.
Harapannya, pesan positif dari foto-foto
tersebut, yang
positif diambil keteladanannya, sedangkan yang
negatif harus dieliminir dengan penuh
kesadaran.
Posting Komentar