0
Di era global, pengaruh pergaulan cepat berembus ke berbagai belahan dunia. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif dan negatif. Maka diperlukan benteng yang kuat, agar anak tidak terjebak dengan pengaruh negatif yang akhirnya akan menjadi kebiasaannya. Untuk mengeleminir pengaruh negatif, perlu kiranya kita mengkaji ulang peran Nabi Muhammad yaitu Innamaa buitstu liutammima makaarimal akhlak (Hadits) yang bermakna: Tidakkah Aku  ( Muhammad) diperintahkan untuk memperbaiki akhlak? Untuk dapat berakhlak mulia harus kembali kepada  Garis Besar Haluan Illahi (GBHI ) yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Banyak faktor yang mempengaruhi akhlak manusia. Pengaruh tersebut dapat berasal dari dalam diri manusia ( internal) dan pengaruh dari luar ( eksternal).  Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak yaitu : 1) perbuatan yang baik dan buruk, 2) kemampuan melakukan perbuatan, 3) kesadaran akan perbuatan itu dan 4) kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik dan buruk. Manusia itu dibekali dengan fitrah ( potensi). Potensi yang ada pada diri manusia itu perlu diarahkan dan dibiasakan untuk selalu berbuat baik. Tiga pakar di bidang akhlak yang perlu dijadikan  teladani yaitu Ibnu Maskawih,  Al-Ghazali dan Ahmad Amin  menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Sudah sepantasnyalah, para tokoh akhlak dijadikan teladan bagi manusia agar dapat selamat.
Dewasa ini kenakalan remaja semakin tidak terkontrol. Dapat dikatakan bahwa kenakalan remaja berada pada titik nadir atau titik kulminasi yang sangat memprihatinkan.  Realita yang berkembang di lapangan antara lain merebaknya  seks bebas ( free sex) dan minuman keras atau miras serta narkoba. Hubungan badan pada usia sekolah bukan hal yang tabu, bahkan hal itu dapat terjadi ketika siswa siswi masih berpakaian seragam yang dilakukan di kamar mandi atau toilet sekolah. Bahkan siswa SMP pun sudah tidak merasa risih atau malu berboncengan ala mama dan papa. Ketika bertemu dengan bapak ibu guru, siswa tersebut dengan tenangnya menyapa dengan tersenyum. Adegan-adegan panas dan intim ala anak SMP dan SMA dapat dilihat Ini  diketahui melalui tampilan yang dapat diunggah di You Tube. Mereka beranggapann tidak gaul kalau berpacaran belum berhubungan badan. Tidak hanya itu demi mengejar penampilan agar ok dan percaya diri para remaja putri terjebak dalam bentuk-bentuk prostitusi, baik yang terang-terangan maupun yang terselebung. Penulis pernah mewawancarai siswi yang bergabung dengan gang. Dia menuturkan bahwa untuk dapat kencan dengan siswi tersebut, nilai Rp 10.000, jadilah. Mereka tak pernah berfikir jauh tentang agama dan kesehatan, yang penting happy dan gaul. Dan jangan heran, jika didalam tas siswa terkadang ditemukan – maaf-- kondom. Hal ini tentu membutuhkan perhatian dan jalan keluar untuk mengatasi masalah ini. Semakin berat sajalah tantangan pendidikan akhlak di masa kini dan masa yang akan datang.
Banyak strategi dalam pendidikan akhlak. Strategi pendidikan akhlak antara lain melalui cara alami, mujahadah dan riyadhah serta suri tauladan. Pertama, Strategi alami, dimana akhlak yang baik diperoleh bukan melalui pendidikan, pengalaman atau latihan, tetapi diperoleh melalui insting atau naluri. Kedua, Strategi mujahadah dan riyadhah digunakan agar siswa menjadi penyantun, penyabar dan penyayang maka jalannya dengan membiasakan bersedekah. Ketiga,  strategi teladan, yaitu mengambil contoh atau meniru orang yang dekat dengannya yang berfungsi sebagai model. Pada saat ini dipandang perlu untuk mendidik akhlak melalui pembelajaran yang kontekstual, yang tidak sekedar teori.  Apalah artinya, seorang siswa mendapatkan nilai 90 namun ternyata mencuri, menyontek, berbuat tidak senonoh, perokok aktif, bahkan lebih ironis ketahuan hamil. Pembelajaran yang kontekstual atau Contectual teaching and learning (CTL) adalah pembelajaran yang menghubungkan antara dunia teori  dengan dunia nyata atau das sein dan das sollen.
 Tujuan pembelajaran berbasis CTL adalah lebih mendekatkan diri antara dunia teori dan praktek, agar pembelajaran lebih bermakna. Salah satu contoh pembelajaran CTL yang paling sederhana adalah  dengan media foto-foto tokoh, fenomena yang memprihatinkan yang terjadi di masyarakat, bencana alam untuk menjadi efek jera terhadap akan kuasa Allah SWT. Melalui media tersebut, siswa diberi kesempatan untuk berfikir kritis seraya menggali pesan moral yang tersirat dalam foto-foto tersebut.  Harapannya,  pesan positif dari foto-foto tersebut, yang positif diambil keteladanannya, sedangkan yang negatif harus dieliminir  dengan penuh kesadaran.



Posting Komentar

 
Top