Bangsa manapun di dunia
ini akan maju dan berkembang jika pemerintahannya menomorsatukan pembangunan
(Isyoni,2009:9) terutama pendidikan moral. Peranan keluarga dan sekolah juga
memerankan peranan sangat besar dalam mendidik aspek akhlak peserta didik (Ahmad
Janan Asifudin,2010:129).
Sayangnya yang di dapat
peserta didik di dalam kehidupan nyata sangat jauh dari harapan. Tayangan televisi
kurang mendidik dan mengaburkan
pentingnya berperilaku mulia. Gaya hidup hedonis dan instan sudah membudaya.
Jiwa peserta didik menjadi kering , tandus dan gersang. Pada akhirnya, agama
dipandang sebagai alternatif paradigma
yang dapat memberikan solusi terhadap persoalan kemanusiaan yang sedang
dihadapi oleh masyarakat modern. “Back to
religious spirit!” hanya kata itulah jalan satu-satunya untuk memperbaiki
carut marut dunia pendidikan khususnya akhlak di bumi nusantara ini.
Perlu membumikan konsep
rendah hati, hemat dan sederhana dengan cara yang indah dan bijak. Sudah
selayaknya nilai-nilai akhlak diperkenalkan dengan cara yang arif. Maka,
diperlukan metode yang menawan hati. Sebab, ada adagium yang mengatakan bahwa “Ath-thariqatu ahammu minal maddah”
(metode lebih penting di banding dengan materi). Ini artinya bahwa penggunaan
metode dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam segmen akhlak, perlu
disuguhkan dengan dengan menu yang menarik hati tanpa tekanan yang berdampak
pada rasa senang. Tahap berikutnya, peserta didik akan melakukan nilai-nilai akhlakul karimah ( nilai-nilai kebaikan)
dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab.
Salah satu metode yang
penulis terapkan adalah Metode Edutainment.
Metode dalam Bahasa Arab disebut dengan istilah thariqah yaitu langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk
melakukan suatu pekerjaan (Ramayulis,2002:25). Menurut istilah, edutainment adalah proses pembelajaran
yang memadukan antara pendidikan atau pembelajaran dengan hiburan dalam desain
yang bagus sehingga membuahkan aktivitas pembelajaran yang menyenangkan
(Hamruni,2008:124). Yang demikian itu dapat dilakukan dengan menyisipkan humor,
permainan, bermain peran (role play),
demonstrasi, multimedia dan sebagainya ke dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
ceria perlu diberikan pada peserta didik agar materi yang diberikan bisa masuk.
Pembelajaran ceria adalah pembelajaran tanpa tekanan dan rasa takut (Ria Enes,
2008:1).
Model pembelajaran yang
pernah dilakukan oleh penulis dalam pembelajaran Akhlak adalah dengan
menggunakan role play berbasis cerita
pendek, yang dikenal dengan istilah “3
Steps of Role Playing based on Daily Short Story.” Role Playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai
bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah,
mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin
muncul pada masa mendatang (Wina Sanjaya,2010:161). Manfaat yang dapat diambil
dari metode ini adalah memberikan semacam hidden
practice, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan atau
istilah-istilah baku dan normatif terhadap materi yang telah dan sedang
dipelajari. Sedangkan istilah “Daily Short
Story” adalah cerita pendek yang ditulis berdasarkan kisah nyata
sehari-hari.
Sintak pembelajaran “3 Steps of Role Playing based on Daily Short
Story” adalah sebagai berikut: 1)
Membaca cerita pendek berdasarkan kejadian nyata, kemudian dicari saripatinya,
2) Membuat naskah role playing dengan
tema rendah hati, hemat dan sederhana secara berkelompok, 3) Role playing perkelompok. Kelompok
lainnya dan guru bertugas sebagai observer yang akan memberikan masukan untuk
perbaikan.
Pengalaman penulis dalam
kaitannya dengan pembelajaran model ini yaitu peserta didik aktif dan kreatif
di dalam menciptakan naskah dan bermain peran dalam bingkai kerja kelompok.
Peserta didik merasa senang dan tertantang untuk memerankan peran-peran
lainnya. Tidak disangka, dalam hal hasil belajarpun, peserta didik mengalami
peningkatan akademik.
Rasulullah sendiri
memberikan pelajaran kepada sahabat dengan menggunakan metode bercerita tentang
kehidupan dan insiden-insiden pada masa lalu. Metode cerita dianggap akan lebih
membekas dalam jiwa orang-orang yang mendengarnya serta lebih menarik perhatian
(Abdul Fattah Abu Ghuddah,2009:211). Peserta didik dilatih untuk berfikir
kritis seraya mengambil suri tauladan dari tokoh yang dibacanya. Sehingga,
tanpa disadari akhlak mulia akan terpatri di hati para peserta didik secara
perlahan-lahan dan berkesinambungan.
Posting Komentar