Udara di siang
itu terasa begitu panas, walau angin berhembus sepoi-sepoi basah.
Riuh rendah suara siswa yang bercengkrama di berbagai sudut sekolah menambah
semaraknya suasana kala itu. Bu Vina, demikian beliau
dipanggil oleh murid-muridnya, sedang duduk di depan ruang Tata Usaha (TU)
dikelilingi murid-muridnya. Saat itulah terjadil dialog
yang santai serta penuh keakraban dengan beberapa siswanya tentang berbagi hal. Tiba-tiba ada suara dari salah satu
siswanya yang duduk disampingnya.
" Bu, aku ingin bersekolah." Bu Guru Vina kurang merespon ucapan muridnya tersebut, sebab kata
seperti itu kan biasa dan lumrah bagi siswa yang berada di kelas IX. Apalagi saat
itu bukan hanya dia yang bercengkerama dengan beliau. Ada Naufal, Andre, Arman, Maula dan lainnya. Namun anehnya, tutur kata salah satu siswanya yang bertubuh jangkung bak tiang listrik itu terus terngiang-ngiang di telinga batin ibu
guru Vina. Kata-kata polos yang keluar dari salah satu muridnya sungguh menyita
perhatiannya. Murid yang lugu, tawadlu dan selalu rendah hati serta berkemauan
keras termasuk susah dicari di jaman ini. Dia memang termasuk langka untuk
ukuran siswa masa kini. Culun.
***
Ada apa
ini ya? Saya merasa biasa-biasa saja dengan anak itu, tidak ada yang istimewa dari dia, kecuali
keluguan dan kepolosannya. Saya tidak dekat dan akrab dengannya,
tetapi mengapa ia melontarkan keinginan hatinya padaku? Apakah ini hanya gurauan atau ucapan
spontan ? Atau... atau... dan atau... banyak pertanyaan berkecamuk di hati Bu
Vina. Apakah ia butuh bantuanku? Apa yang harus kulakukan? Mengingat hari itu
adalah hari yang sangat bersejarah bagi siswa-siswi kelas IX. Pengumuman
kelulusan siswa tahun 2006 silam, yang sangat dinanti-nanti oleh berbagai
pihak, terutama siswa siswinya.
Namun, tak disangka kata-kata dan bayangan wajahnya itu kembali hadir ketika beliau sudah berada di rumah. Sampai malampun
tiba, kata-kata itu kembali hadir. Tatapan matanya yang tulus dan kata-katanya
yang santun tidak dapat dilupakannya, seakan memohon bantuan dari seorang guru
yang dianggap ibunya.
Mana mungkin kau tega Vina? Perhatikan dengan seksama. Tatap matanya lekat-lekat, apakah dia sedang berbohong? Mengapa kau masih meragukan ucapannya? Dia tulus memohon bantuanmu. Begitu suara hati Bu Vina. Bu Vina menjadi gundah gulana. Beliau ingin menguak misteri siswanya. Beliau juga butuh jawaban secepatnya. Besok, atau tidak sama sekali.
Mana mungkin kau tega Vina? Perhatikan dengan seksama. Tatap matanya lekat-lekat, apakah dia sedang berbohong? Mengapa kau masih meragukan ucapannya? Dia tulus memohon bantuanmu. Begitu suara hati Bu Vina. Bu Vina menjadi gundah gulana. Beliau ingin menguak misteri siswanya. Beliau juga butuh jawaban secepatnya. Besok, atau tidak sama sekali.
***
Hari yang
dinantipun tiba. Pagi yang cerah. Sang surya memancarkan sinar terangnya.
Menghangatkan suasana pada semua penghuni jagad raya. Sayup-sayup terdengar nyanyian burung prencak yang berasyik masyuk di dahan pohon cemara. Meraka sedang berakrobatik di awang-awang memamerkan kemahirannya dalam aksi terbang. Bunga warna-warni yang berbaris rapi
di sepanjang kelas menambah
indahnya suasana pagi itu. Dedaunan berangguk-angguk memberikan salam takdzim pada para pencari ilmu. Semua warga sekolah menyambut dengan penuh semangat
dan optimis. Lalu lalang siswa siswi yang berseragam putih biru menuju kelasnya
masing-masing. Bel belum berbunyi. Semua sibuk dengan kegiatannya
masing-masing. Tiba-tiba siswa yang dicari itu melintas di halaman sekolah. Secara spontan Bu Vina Memanggilnya dengan penuh semangat.
“Albab! Albab! Kesinilah, Ibu ingin bicara padamu!” Suara Bu Vina terdengar keras, hingga beberapa murid yang mendengar menoleh padanya.
Dengan senyum
mengembang Albab membalas panggilan Bu Guru
Vina.
"Ya, Bu
Vina, ada apa, Bu?” Albab berjalan menuju sumber suara. Tas selempangnya yang lusuh bergerak ke kiri dan ke kanan seiring dengan langkahnya. Seragam yang dipakainya juga sudah lusuh dan berubah warna. Sepatu kirinya bolong di depan dan ada bagian yang menyembul, bekas jahitan. Memprihatinkan.
“Albab, Ibu ingin bincang-bincang denganmu.” Bu
Vina melanjutkan pembicaraannya dengan Albab.
"Ya, Bu. Alhamdulillah kalau Ibu berkenan bincang-bincang dengan saya ".
“Kita
ke Musholla saja ya? Sekalian nanti sholat Dhuha.”
“Baik, Bu.”Albab mengiyakan ucapan Bu Vina sambil
mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju. Sebagai
ibu guru yang baik, beliau menanyakan kabar hari ini serta memberi ucapan
selamat atas kelulusannya. Walau dia bukan anak yang istimewa di bidang
akademik, namun dia termasuk kriteria murid yang tidak nakal. Ketaatannya
kepada bapak ibu guru serta tingkah lakunya yang baik merupakan perilaku yang
perlu diteladani oleh siswa lain. Dan itulah kelebihannya.
“ Apa yang sebenarnya terjadi Albab? Ibu ingin mendengar
sejujurnya tentang kau dan harapan ke depan.” Bu Vina memulai sebuah percakapan ringan.
“Kau mau melanjutkan sekolah dimana?”
“Kau mau melanjutkan sekolah dimana?”
Sejenak
keduanya terdiam terbawa oleh pikiran masing-masing yang terbang entah kemana.
Albab terdiam dan menunduk, seakan ada beban
yang ada di hati dan pikirannya. dia sedang berjibaku di dalam meraih mimpi. Kemudian, Dia menghela nafas
dalam-dalam seakan menata hati sebelum berbicara.
“ Bu, bolehkah saya sedikit cerita tentang
keadaan saya yang sebenarnya?” Albab mulai berbicara dengan suara pelan. Wajahnya polos dan tidak neko-neko.
“Tentu saja Albab, bukankah tadi ibu sudah bilang, bahwa ibu ingin mendengarkan keinginanmu ke depan, mau sekolah dimana atau mungkin masuk Pondok Pesantren untuk memperdalam ilmu agama atau mungkin mau bekerja saja?”
“Tentu saja Albab, bukankah tadi ibu sudah bilang, bahwa ibu ingin mendengarkan keinginanmu ke depan, mau sekolah dimana atau mungkin masuk Pondok Pesantren untuk memperdalam ilmu agama atau mungkin mau bekerja saja?”
“ Ayo bicaralah terus terang Albab,mungkin ibu dapat membantumu.”
“Begini, Bu. Sejujurnya saya
memang ingin sekolah seperti teman-teman yang lain, namun kelihatannya tidak
mungkin, Bapak saya
kecelakaan dan menyebabkan tulang kakinya remuk seperti dipress. Demi
menyelamatkan nyawanya, tulang kaki sebelah kirinya harus dipotong. Sekarang
memang sudah sembuh dan sehat seperti sedia kala, namun untuk dapat mencangkul
di sawah dan ladang, beliau
harus melakukannya dengan duduk, sebab tulang kakinya tidak mungkin
menyangganya.”
Sambil menerawang jauh, Albab berkali-kali menghela
nafas panjang. Kemudian dia
mengutarakan isi hatinya dengan jujur dan berterus terang.
“ Saya punya tabungan Rp 500.000,- Uang itu saya
kumpulkan sejak sekolah di Sekolah Dasar ( SD ) sampai dengan sekarang. Namun
kelihatannya, uang sekecil itu tidak mungkin cukup untuk mendaftar di SMA.” Albab terdiam. Matanya memandang sajadah hijau yang terhampar luas di depannya. Keputusasaan dan kesedihan mulai menyergap di jiwanya yang rapuh.
“Saya bingung, Bu. Saya harus bagaimana dan harus berbuat apa? Saya ingin sekali bersekolah seperti teman-teman lainnya. Cita-cita saya sejak kecil adalah menjadi seorang guru, seperti yang Ibu Guru lakukan saat ini.”
“Saya bingung, Bu. Saya harus bagaimana dan harus berbuat apa? Saya ingin sekali bersekolah seperti teman-teman lainnya. Cita-cita saya sejak kecil adalah menjadi seorang guru, seperti yang Ibu Guru lakukan saat ini.”
Begitu mendengar cerita itu, hati Bu Vina trenyuh
dan bergetar. Sejenak keduanya terdiam dan berfikir keras. Sekiranya apa yang
dapat dilakukan untuk membantu Albab agar dapat sekolah SMA. Dia butuh
bantuan, yaitu ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
“Duh Gusti
Allah. Yang Maha Tahu, Yang Maha Kaya, Yang Maha Adil dan Maha segalanya berikan jalan
terbaik-Mu untuknya, muridku yang satu ini.”Doa Bu
Vina mengiringi langkah Albab dalam meraih
mimpinya.
“ Apakah kau betul-betul ingin sekolah?”
“Ya, Bu,
betul, saya ingin sekali bersekolah.”
"Apakah Ibu punya jalan keluar ?”
Ibu Vina
tersenyum sambil menepuk pundak Albab. Albab bisa merasakan rasa kasih sayang dan kehangatan seorang Ibu guru. Albab hanya terdiam.
“Bagus Albab,
kau memang harus sekolah. Mencari ilmu itu wajib bagi seorang muslim dan
muslimat. Kau harus semangat dalam meraih mimpi.” Orang yang beriman dan
berilmu itu akan diangkat derajatnya oleh Allah sampai beberapa derajat. Bahkan
para malaikatpun akan tunduk dan menghormati bagi para pencari ilmu. Ibu setuju
sekali dan mendukung sepenuhnya. Ibu
akan berusaha cari eguh pratikel.
Kebetulan ibu punya kenalan seorang Kepala Sekolah di kota ini, semoga kau bisa sekolah lagi. Ibu akan ceritakan kondisimu apa adanya. Semoga beliau terketuk hatinya. Tapi janji ya, kalau nanti usaha ini berhasil dan kau bisa benar-benar melanjutkan sekolah, tolong jaga nama baik diri sendiri dan sekolah. Jangan sampai mengecewakan banyak orang. Kepercayaan datangnya hanya sekali. Ibu tidak bisa membantu secara materi, tapi ibu berjanji membantu secara moral dan doa.”
Kebetulan ibu punya kenalan seorang Kepala Sekolah di kota ini, semoga kau bisa sekolah lagi. Ibu akan ceritakan kondisimu apa adanya. Semoga beliau terketuk hatinya. Tapi janji ya, kalau nanti usaha ini berhasil dan kau bisa benar-benar melanjutkan sekolah, tolong jaga nama baik diri sendiri dan sekolah. Jangan sampai mengecewakan banyak orang. Kepercayaan datangnya hanya sekali. Ibu tidak bisa membantu secara materi, tapi ibu berjanji membantu secara moral dan doa.”
“Ya, Bu, terimakasih, terimakasih. Terima kasih banyak, Bu.”
Albab mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda setuju. Nampak aura kegembiraan yang luar biasa memancar di wajahnya nan lugu. “
“Walau ini
baru ide dan
ikhtiar, namun semoga dapat
menjadi suatu kenyataan.”
***
Albab dapat
melanjutkan pendidikannya di sebuah kota
kecil. Setiap pagi dia berjalan kaki dari kampungnya menuju ke sekolahan. Panas
terik mentari serta dinginnya hujan tidak menyurutkan niatnya untuk tholabul ‘ilmi, mencari ilmu. Dia berbeda dari
teman-teman lainnya, ketika teman seusianya sibuk dengan kegiatan-kegiatan yang
kurang bermanfaat, dia sibuk di organisasi. Sungguh tidak diduga, ternyata dia
mempunyai kemampuan leadership juga. Dia menjadi pengurus OSIS di
sekolahannya. Bahkan dialah ketuanya. Wow, ternyata
semua sangat mungkin bagi Allah untuk memberikan jalan keluar.
Setiap lebaran tiba, Albab selalu mengunjungi rumah Bu Vina di
desa. Walau bersepeda ontel, tidak menyurutkan niatnya untuk selalu menjalin tali silaturrahim. Masih ingat kejadian di siang itu, dengan
keringat yang membasahi badannya, dia tiba di rumah Bu Vina yang terletak di
desa dengan jarak tempuh puluhan kilometer.
“
Assalamualaikum, Bu Vinanya ada?” terdengar seseorang sedang menguluk salam. Kedua anak-anak Bu Vina yaitu Jihan dan Ima yang sedang bermain menjawab salam dari tamunya.
“ Ada, sebentar
saya panggilkan. Silahkan duduk dulu, Mas.”
“ Ya. Terimakasih.”
Jihan dan Ima
kembali bermain-main dengan temannya di halaman. Mereka bercengkerama sambil
main bekelan dan loncat tali. Mereka asik dengan dunianya sendiri sementara
Albab bercakap dan berbincang dengan Bu Vina dan Pak Fuad suaminya di ruang tamu. Suasana seperti itu selalu terjadi di hari ketiga setiap bulan Syawal.
***
Selepas dari
SMA, Albab melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang ada di Salatiga. Setiap hari,
sepeda ontel itu menemaninya kemanapun dia pergi. Kuliah, memberikan layanan les
privat sampai dengan pergi ke pengajian dan ke pasar. Dia rajin mengumpulkan
rupiah demi rupiah yang dia peroleh dari memberikan layanan les privat dan juga
mengajar anak-anak TPQ di sela-sela kesibukannya. Alhamdulillah juga, dia
menerima beasiswa dari perguruan tinggi di mana dia kuliah. Sungguh dia
mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah padanya. Dimudahkan usahanya
mencari ilmu dan rizki serta dimudahkan di dalam memahami mata kuliah yang
harus dikuasanya.
Allah betul-betul Maha Kaya dan Maha Adil. Dia memberikan
pertolongan pada hamba-hamba-Nya yang mau memohon dan berusaha dengan keras. Dia
memberikan rezeki dari berbagai jalan yang tidak pernah disangka oleh hamba-NYa.
Dia memberi jalan keluar bagi hamba-hamba-Nya yang mau berusaha dan berdoa. Tiada
keraguan hati Albab pada Allah , Rabb dan sesembahannya. Hanya kepada-Nyalah
tempat berlindung dan memohon.
***
Tidak disangka, pada hari Senin, tanggal 9 September 2013, Bu Vina melihatnya di Jalan Seruni, dengan sepeda
ontelnya. Dia berangkat kuliah di Salatiga.
”Bu Vina, Assalamualaikum. Bu Vina dari mana?”
“Ibu
dari home visit. Pa kabar, Mas?”
“ Baik, mohon doa restunya. Mau menemui dosen untuk bimbingan skripsi, Bu. Hampir
selesai, sebentar lagi Sarjana Pendidikan."
Siapa yang mengira kalau dia diberi kemudahan untuk
mengejar impiannya sampai ke Perguruan Tinggi. Kalau bukan atas kekuasaan-Nya,
rasanya tidak mungkin. Ya Rabb... mudahkanlah langkah-langkahnya, semoga ilmunya bermanfaat,
bermanfaat bagi sesama. Sepeda
ontel itu menjadi saksi atas perjuangan dan kegigihannya untuk merubah nasib.
kalimatnya indah bu..puitis.
BalasHapusItu sebuah kisah nyata muridku yang aku kemas dalam bentuk cerpen...
BalasHapusSemoga menginspirasi...
Ceritanya sangat menginspirasi pembaca..
BalasHapusSaya sangat terinspirasi dengan cerita ini..
Ceritanya sangat menginspirasi pembaca..
BalasHapusSaya sangat terinspirasi dengan cerita ini..
ceritanya sangat bagus bu,sangat menginspirasi,,,
BalasHapusSyukron... sudah berkunjung di blog IGI kab. Semarang...
BalasHapusBu ceritanya sangat menginspirasi dan bagus.Saya suka bu.
BalasHapushana VIIA
Syukron...smga bermanfaat...
BalasHapusCeritanya bagus bu sangat menginspirasi ...
BalasHapusArum VII B
Alhamdulillah...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusCeritanya sangat menginspirasi pembaca......
BalasHapusSaya sangat terinspirasi
Reyhan 8A
Wah... bu ceritanya bagus bu.. sangat menginspirasi.. tambah sukses yha bun..
BalasHapusAlhamdulillah...semoga bermanfaat...
BalasHapusAlhamdulillah...semoga bermanfaat...
BalasHapusceritanya sangat bagus bu
BalasHapusceritanya sangat bagus bu
BalasHapustri pujiyanto 8D
ceritanya bagus ... menginspirasi banget bu .. pokoknya top banget !!!!
BalasHapusSyukron katsir...
BalasHapusCeritanya sangat bagus... Sangat memotivasi... Sukses selalu ya bu..
BalasHapusMaisun 8C
Syukron anak2...
BalasHapusTOTO® Titanium Legs – Home - Tatanium Arts
BalasHapusTOTO® schick quattro titanium Titanium Legs is your personal mens titanium rings brand. TOTO® Titanium Legs is titanium chain our personal ceramic vs titanium brand. TOTO® Titanium Legs is our personal brand. TOTO® Titanium Legs is titanium fitness your personal brand.