22
Udara di siang itu terasa begitu panas, walau  angin  berhembus sepoi-sepoi basah. Riuh rendah suara siswa yang bercengkrama di berbagai sudut sekolah menambah semaraknya suasana  kala itu. Bu Vina, demikian beliau dipanggil oleh murid-muridnya, sedang duduk di depan ruang Tata Usaha (TU) dikelilingi murid-muridnya. Saat itulah terjadil dialog yang santai  serta penuh keakraban dengan beberapa siswanya tentang berbagi hal. Tiba-tiba ada suara dari salah satu siswanya yang  duduk disampingnya. 
" Bu, aku ingin bersekolah." Bu Guru Vina kurang merespon ucapan muridnya tersebut, sebab kata seperti itu kan biasa dan lumrah bagi siswa yang berada di kelas IX. Apalagi saat itu bukan hanya dia yang bercengkerama dengan beliau. Ada Naufal, Andre, Arman, Maula dan lainnya. Namun anehnya, tutur kata salah satu siswanya yang bertubuh jangkung bak tiang listrik itu terus terngiang-ngiang di telinga batin ibu guru Vina. Kata-kata polos yang keluar dari salah satu muridnya  sungguh menyita perhatiannya. Murid yang lugu, tawadlu dan selalu rendah hati serta berkemauan keras termasuk susah dicari di jaman ini. Dia memang termasuk langka untuk ukuran siswa masa kini. Culun.
***
 Ada apa ini ya? Saya merasa biasa-biasa saja dengan anak itu, tidak ada yang istimewa dari dia, kecuali keluguan dan kepolosannya. Saya tidak dekat dan akrab dengannya, tetapi mengapa ia melontarkan keinginan hatinya padaku? Apakah ini hanya gurauan atau ucapan spontan ? Atau... atau... dan atau... banyak pertanyaan berkecamuk di hati Bu Vina. Apakah ia butuh bantuanku? Apa yang harus kulakukan? Mengingat hari itu adalah hari yang sangat bersejarah bagi siswa-siswi kelas IX. Pengumuman kelulusan siswa tahun 2006 silam, yang sangat dinanti-nanti oleh berbagai pihak, terutama siswa siswinya. 
Namun, tak disangka kata-kata dan bayangan wajahnya itu kembali hadir ketika beliau sudah berada di rumah. Sampai malampun tiba, kata-kata itu kembali hadir. Tatapan matanya yang tulus dan kata-katanya yang santun tidak dapat dilupakannya, seakan memohon bantuan dari seorang guru yang dianggap ibunya.
Mana mungkin kau tega Vina? Perhatikan dengan seksama. Tatap matanya lekat-lekat, apakah dia sedang berbohong? Mengapa kau masih meragukan ucapannya? Dia tulus memohon bantuanmu. Begitu suara hati Bu Vina. Bu Vina menjadi gundah gulana. Beliau ingin menguak misteri siswanya. Beliau juga butuh jawaban secepatnya. Besok, atau tidak sama sekali.
***
Hari yang dinantipun tiba. Pagi yang cerah. Sang surya memancarkan sinar terangnya. Menghangatkan suasana pada semua penghuni jagad raya. Sayup-sayup terdengar nyanyian burung prencak yang berasyik masyuk di dahan pohon cemara. Meraka sedang berakrobatik di awang-awang memamerkan kemahirannya dalam aksi  terbang. Bunga warna-warni yang berbaris rapi di sepanjang  kelas menambah indahnya suasana pagi itu. Dedaunan berangguk-angguk memberikan salam takdzim pada para pencari ilmu. Semua warga sekolah menyambut dengan penuh semangat dan optimis. Lalu lalang siswa siswi yang berseragam putih biru menuju kelasnya masing-masing. Bel belum berbunyi. Semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing.  Tiba-tiba siswa yang dicari  itu melintas di halaman sekolah. Secara spontan Bu Vina Memanggilnya dengan penuh semangat.
Albab!  Albab! Kesinilah, Ibu ingin bicara padamu!” Suara Bu Vina terdengar keras, hingga beberapa murid yang mendengar menoleh padanya.
Dengan senyum mengembang Albab membalas panggilan Bu  Guru Vina.
"Ya, Bu Vina, ada apa, Bu?”  Albab berjalan menuju sumber suara. Tas selempangnya yang lusuh bergerak ke kiri dan ke kanan seiring dengan langkahnya. Seragam yang dipakainya juga sudah lusuh dan berubah warna.  Sepatu kirinya  bolong di depan dan ada  bagian yang menyembul, bekas jahitan.  Memprihatinkan. 
 Albab, Ibu ingin bincang-bincang denganmu. Bu Vina melanjutkan pembicaraannya dengan Albab.
 "Ya, Bu.  Alhamdulillah kalau Ibu berkenan bincang-bincang dengan saya ".
Kita ke Musholla saja ya? Sekalian nanti sholat Dhuha.”
 “Baik, Bu.Albab mengiyakan ucapan Bu Vina sambil mengangguk-anggukkan kepala tanda setuju.  Sebagai ibu guru yang baik, beliau menanyakan kabar hari ini serta memberi ucapan selamat atas kelulusannya. Walau dia bukan anak yang istimewa di bidang akademik, namun dia termasuk kriteria murid yang tidak nakal. Ketaatannya kepada bapak ibu guru serta tingkah lakunya yang baik merupakan perilaku yang perlu diteladani oleh siswa lain. Dan itulah kelebihannya.
“ Apa yang sebenarnya terjadi Albab? Ibu ingin mendengar sejujurnya tentang kau dan harapan ke depan. Bu Vina memulai sebuah percakapan ringan.
 “Kau mau melanjutkan sekolah dimana?”
Sejenak keduanya terdiam terbawa oleh pikiran masing-masing yang terbang entah kemana. Albab terdiam dan menunduk, seakan ada beban yang ada di hati dan pikirannya.  dia sedang berjibaku di dalam meraih mimpi. Kemudian, Dia menghela nafas dalam-dalam seakan menata hati sebelum berbicara.
 “ Bu,  bolehkah saya sedikit cerita tentang keadaan saya yang sebenarnya?” Albab mulai berbicara dengan suara pelan. Wajahnya polos dan tidak neko-neko
“Tentu saja Albab, bukankah tadi ibu sudah bilang, bahwa ibu ingin mendengarkan keinginanmu ke depan, mau sekolah dimana atau mungkin masuk Pondok Pesantren untuk memperdalam ilmu agama atau mungkin mau bekerja saja?”
“ Ayo bicaralah terus terang Albab,mungkin ibu dapat membantumu.”
  Begini, Bu. Sejujurnya   saya memang ingin sekolah seperti teman-teman yang lain, namun kelihatannya tidak mungkin,  Bapak saya kecelakaan dan menyebabkan tulang kakinya remuk seperti dipress. Demi menyelamatkan nyawanya, tulang kaki sebelah kirinya harus dipotong. Sekarang memang sudah sembuh dan sehat seperti sedia kala, namun untuk dapat mencangkul di sawah dan ladang,  beliau harus melakukannya dengan duduk, sebab tulang kakinya tidak mungkin menyangganya.”
Sambil menerawang jauh, Albab berkali-kali menghela nafas panjang. Kemudian dia mengutarakan isi hatinya dengan jujur dan berterus terang.
 “ Saya punya tabungan Rp 500.000,- Uang itu saya kumpulkan sejak sekolah di Sekolah Dasar ( SD ) sampai dengan sekarang. Namun kelihatannya, uang sekecil itu tidak mungkin cukup untuk mendaftar di SMA.” Albab terdiam. Matanya memandang sajadah hijau yang terhampar luas di depannya. Keputusasaan dan kesedihan mulai menyergap  di jiwanya yang rapuh.
 Saya bingung, Bu. Saya harus bagaimana dan harus berbuat apa? Saya ingin sekali bersekolah seperti teman-teman lainnya. Cita-cita saya sejak kecil adalah menjadi seorang guru, seperti yang Ibu Guru lakukan saat ini.” 
 Begitu mendengar cerita itu, hati Bu Vina trenyuh dan bergetar. Sejenak keduanya terdiam dan berfikir keras. Sekiranya apa yang dapat dilakukan untuk membantu Albab agar dapat sekolah SMA.  Dia butuh bantuan, yaitu ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Duh Gusti Allah. Yang Maha Tahu, Yang Maha Kaya, Yang Maha Adil dan Maha  segalanya berikan jalan terbaik-Mu untuknya, muridku yang satu ini.”Doa  Bu Vina mengiringi langkah Albab dalam meraih mimpinya.
 “ Apakah kau betul-betul ingin sekolah?
“Ya, Bu, betul, saya ingin sekali bersekolah.”
 "Apakah Ibu punya jalan keluar ?” 
Ibu Vina tersenyum sambil menepuk pundak Albab. Albab bisa merasakan rasa kasih sayang  dan kehangatan seorang Ibu guru. Albab hanya  terdiam.
“Bagus Albab, kau memang harus sekolah. Mencari ilmu itu wajib bagi seorang muslim dan muslimat. Kau harus semangat dalam meraih mimpi.” Orang yang beriman dan berilmu itu akan diangkat derajatnya oleh Allah sampai beberapa derajat. Bahkan para malaikatpun akan tunduk dan menghormati bagi para pencari ilmu. Ibu setuju sekali dan mendukung sepenuhnya.  Ibu akan berusaha cari eguh pratikel. 
Kebetulan ibu punya kenalan seorang Kepala Sekolah di kota ini, semoga kau bisa sekolah lagi. Ibu  akan ceritakan kondisimu apa adanya. Semoga beliau terketuk hatinya. Tapi janji ya, kalau nanti usaha ini berhasil dan kau bisa benar-benar melanjutkan sekolah,  tolong jaga nama baik diri sendiri dan sekolah. Jangan sampai mengecewakan banyak orang. Kepercayaan datangnya hanya sekali. Ibu tidak bisa membantu secara materi, tapi ibu berjanji membantu secara moral dan doa.”
“Ya, Bu, terimakasih, terimakasih. Terima kasih banyak,  Bu.”
Albab mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda setuju. Nampak aura kegembiraan yang luar biasa memancar di wajahnya nan lugu. 
Walau ini baru ide dan ikhtiar, namun semoga dapat menjadi suatu kenyataan.

***
 Albab dapat melanjutkan pendidikannya di sebuah  kota kecil. Setiap pagi dia berjalan kaki dari kampungnya menuju ke sekolahan. Panas terik mentari serta dinginnya hujan tidak menyurutkan niatnya untuk tholabul ‘ilmi mencari ilmu. Dia berbeda dari teman-teman lainnya, ketika teman seusianya sibuk dengan kegiatan-kegiatan yang kurang bermanfaat, dia sibuk di organisasi. Sungguh tidak diduga, ternyata dia mempunyai kemampuan leadership juga. Dia menjadi pengurus OSIS di sekolahannya. Bahkan dialah ketuanya. Wow, ternyata semua sangat mungkin bagi Allah untuk memberikan jalan keluar. 
Setiap lebaran tiba,  Albab selalu mengunjungi rumah Bu Vina di desa. Walau bersepeda ontel, tidak menyurutkan niatnya untuk selalu menjalin  tali silaturrahim.  Masih ingat kejadian di siang itu, dengan keringat yang membasahi badannya, dia tiba di rumah Bu Vina yang terletak di desa dengan jarak tempuh puluhan kilometer.
“ Assalamualaikum, Bu Vinanya ada?” terdengar seseorang sedang menguluk salam. Kedua anak-anak Bu Vina yaitu Jihan dan Ima yang sedang bermain menjawab salam dari tamunya.
“ Ada, sebentar saya panggilkan. Silahkan duduk dulu, Mas.”
“ Ya. Terimakasih.”
Jihan dan Ima kembali bermain-main dengan temannya di halaman. Mereka bercengkerama sambil main bekelan dan loncat tali. Mereka asik dengan dunianya sendiri sementara Albab bercakap dan berbincang dengan Bu Vina dan Pak Fuad suaminya di ruang tamu. Suasana seperti itu selalu terjadi di hari ketiga setiap bulan Syawal.

***
Selepas dari SMA, Albab melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang ada di Salatiga. Setiap hari, sepeda ontel itu menemaninya kemanapun dia pergi. Kuliah, memberikan layanan les privat sampai dengan pergi ke pengajian dan ke pasar. Dia rajin mengumpulkan rupiah demi rupiah yang dia peroleh dari memberikan layanan les privat dan juga mengajar anak-anak TPQ di sela-sela kesibukannya. Alhamdulillah juga, dia menerima beasiswa dari perguruan tinggi di mana dia kuliah. Sungguh dia mensyukuri segala nikmat yang diberikan Allah padanya. Dimudahkan usahanya mencari ilmu dan rizki serta dimudahkan di dalam memahami mata kuliah yang harus dikuasanya.
 Allah betul-betul Maha Kaya dan Maha Adil. Dia memberikan pertolongan pada hamba-hamba-Nya yang mau memohon dan berusaha dengan keras. Dia memberikan rezeki dari berbagai jalan yang tidak pernah disangka oleh hamba-NYa. Dia memberi jalan keluar bagi hamba-hamba-Nya yang mau berusaha dan berdoa. Tiada keraguan hati Albab pada Allah , Rabb dan sesembahannya. Hanya kepada-Nyalah tempat berlindung dan memohon.
***
Tidak disangka, pada hari Senin, tanggal 9 September 2013, Bu Vina melihatnya di Jalan Seruni, dengan sepeda ontelnya. Dia berangkat kuliah di Salatiga.
”Bu Vina, Assalamualaikum. Bu Vina  dari mana?”
“Ibu dari home visit. Pa kabar,  Mas?
“ Baik, mohon doa restunya. Mau menemui dosen untuk bimbingan skripsi, Bu. Hampir selesai, sebentar lagi Sarjana Pendidikan."
 Siapa yang mengira kalau dia diberi kemudahan untuk mengejar impiannya sampai ke Perguruan Tinggi. Kalau bukan atas kekuasaan-Nya, rasanya tidak mungkin. Ya Rabb... mudahkanlah langkah-langkahnya,  semoga ilmunya bermanfaat, bermanfaat bagi sesama.  Sepeda ontel itu menjadi saksi atas perjuangan dan kegigihannya untuk merubah nasib.

Posting Komentar

  1. kalimatnya indah bu..puitis.

    BalasHapus
  2. Itu sebuah kisah nyata muridku yang aku kemas dalam bentuk cerpen...
    Semoga menginspirasi...

    BalasHapus
  3. Ceritanya sangat menginspirasi pembaca..
    Saya sangat terinspirasi dengan cerita ini..

    BalasHapus
  4. Ceritanya sangat menginspirasi pembaca..
    Saya sangat terinspirasi dengan cerita ini..

    BalasHapus
  5. ceritanya sangat bagus bu,sangat menginspirasi,,,

    BalasHapus
  6. Syukron... sudah berkunjung di blog IGI kab. Semarang...

    BalasHapus
  7. Bu ceritanya sangat menginspirasi dan bagus.Saya suka bu.

    hana VIIA

    BalasHapus
  8. Syukron...smga bermanfaat...

    BalasHapus
  9. Ceritanya bagus bu sangat menginspirasi ...
    Arum VII B

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. Ceritanya sangat menginspirasi pembaca......

    Saya sangat terinspirasi


    Reyhan 8A

    BalasHapus
  12. Wah... bu ceritanya bagus bu.. sangat menginspirasi.. tambah sukses yha bun..

    BalasHapus
  13. Alhamdulillah...semoga bermanfaat...

    BalasHapus
  14. Alhamdulillah...semoga bermanfaat...

    BalasHapus
  15. ceritanya sangat bagus bu

    tri pujiyanto 8D

    BalasHapus
  16. ceritanya bagus ... menginspirasi banget bu .. pokoknya top banget !!!!

    BalasHapus
  17. Ceritanya sangat bagus... Sangat memotivasi... Sukses selalu ya bu..

    Maisun 8C

    BalasHapus
  18. TOTO® Titanium Legs – Home - Tatanium Arts
    TOTO® schick quattro titanium Titanium Legs is your personal mens titanium rings brand. TOTO® Titanium Legs is titanium chain our personal ceramic vs titanium brand. TOTO® Titanium Legs is our personal brand. TOTO® Titanium Legs is titanium fitness your personal brand.

    BalasHapus

 
Top